Sirkuit Nasional
Home > Berita > SIRKUIT NASIONAL > Catatan Djarum Sirnas Bagian I
18 Agustus 2010
Catatan Djarum Sirnas Bagian I
 
 

Jakarta – Seminggu lalu, Djarum Sirkuit Nasional (Djarum Sirnas) telah menyelesaikan tujuh dari sembilan rangkaian turnamen yang akan diselenggarakan sepanjang tahun 2010 ini. ini artinya Djarum Sirnas hanya menyisakan dua turnamen terakhir, yaitu Surabaya yang akan digelar pada 4 hingga 9 Oktober mendatang, serta akan ditutup di Medan pada 25 hingga 29 Oktober.

Tujuh kota telah saya lalui dalam upaya saya untuk menyampaikan amanah menyebar informasi bagi para pecinta bulutangkis di tanah air. Berawal dari salah satu sudut Pulau Borneo, hingga Pulau Dewata untuk perhentian terakhir sebelum rehat panjang jelang Ramadhan, banyak memori yang tak pernah bisa lepas dari ingatan saya, kendati hal-hal ini sudah terjadi beberapa waktu lalu.

Balikpapan menjadi kota pertama persinggahan saya, dan itulah saya pertama kali bertemu Surya Purnamasidi. Seorang bocah yang mungkin baru berusia sekitar 11 tahunan ini berhasil mencuri gelar Djarum Sirnas pertama untuk kategori pemula. Permainannya di lapangan menarik perhatian seluruh penghuni GOR Hevindo kala itu. Sorakannya hampir di setiap angka, membuat suasana semakin riuh tatkala ia berhasil mengocek lawannya hingga bisa menerobos pertahanannya untuk kembali meraih angka.

suryaKenangan akan Surya yang berambut rapi di sisir kearah kanan, pakaiannya yang selalu rapi dilapangan serta sorakannya dengan mengepalkan tangan di udara, tak pernah lepas dari ingatan saya. Saya pun berbisik dalam hati, suatu saat ia akan menjadi pemain hebat, dan saya akan kembali bertemu dia di podium juara, mungkin bukan juara Djarum Sirnas lagi, tapi juara dunia.

Bulan pun bergulir, hingga akhirnya PB Djarum menyelenggarakan audisi mulai 2 hingga 4 Juli. Tiba di Kota Kudus, membuat saya seperti melakukan napak tilas akan perjuangan para juara PB Djarum, dari sinilah mereka berawal, menempa diri untuk menjadi yang terbaik.

Dari 800 lebih putra putri yang hadir, mata saya pun tertuju pada rambut kelimis, dan saya pun berbisik, ini dia, Surya datang untuk audisi. Tanpa ragu saya menghampirinya yang didampingi sang ayah, berkesempatan untuk sedikit berbincang dengannya, tanpa beban dengan gigi yang masih terlalu besar di bibirnya, Surya selalu memberikan senyum lebar.

Sedari awal saya melihat performanya dilapangan, mustahil para penguji dan pelatih kuasa untuk menolak Surya bergabung. Kemenangan di lapangan di setiap tahap audisi, sudah merupakan modal cukup bagi Surya untuk melamar agar bisa diterima di salah satu klub paling bonafit yang dimiliki bangsa ini.

Pertandingan paling berkesan adalah tahap ketiga, dimana kala itu Surya mengeluarkan pukulan backhand yang diikuti dengan berputar cantik di depan net. Laksana tarian indah di atas lapangan yang mengundang decak kagum dan sorakan – termasuk saya – di GOR Jati.
Melalui empat tahap yang tak gampang, serta satu minggu karantina, akhirnya ia lolos untuk menjadi skuat terbaru PB Djarum bersama 5 putra dan 5 putri lainnya.

“Siap untuk meninggalkan rumah, nggak apa-apa jauh dari rumah, yang penting saya bisa bermain bulutangkis dan bisa masuk (PB Djarum),” paparnya saat terakhir saya bersua dengannya.

Mungkin dengan pengalaman ini saya bisa menjadi pemandu bakat? Ataukah mungkin saya lebih cocok untuk menjadi penulis dan menuangkan setiap pengalaman untuk dibagikan bersama khalayak? Dan saya pun merasa opsi kedua ini lebih cocok untuk saya. Berlatihlah terus Surya, dan maju terus bulutangkis Indonesia. MERDEKA! (IR)