Diluar Arena
Home > Berita > DILUAR ARENA > Mengenal Sosok Muamar Khadafi, Alumni PB Djarum yang Mengantar Guatemala Bersinar di Olimpiade
08 Agustus 2021
Mengenal Sosok Muamar Khadafi, Alumni PB Djarum yang Mengantar Guatemala Bersinar di Olimpiade
 
 

Ada yang menarik perhatian pada pertandingan tunggal putra di Olimpiade Tokyo 2020 beberapa waktu lalu. Pemain Guatemala, Kevin Cordon secara tak terduga sukses menembus babak semifinal. Langkah Cordon akhirnya terhenti saat berhadapan dengan Viktor Axelsen (Denmark) di empat besar dan kalah dari Anthony Sinisuka Ginting dalam perebutan medali perunggu.

Pencapaian Cordon di Olimpiade ini menjadi kabar gembira untuk negaranya. Ia berhasil mengukir sejarah bagi bulutangkis Guatemala.

Di balik kesuksesan Cordon, ternyata ada tangan pelatih Indonesia, alumni PB Djarum, Muamar Khadafi. Khadafi merupakan pemain yang aktif pada tahun 1994 hingga pertengahan tahun 2000. Sebelum hijrah menjadi pelatih internasional, Khadafi sempat melatih di PB Djarum cabang Surabaya. Ia melatih di sana selama dua tahun, sebelum akhirnya ikut menjadi asisten pelatih di Kudus.

Kemudian pada tahun 2005, Khadafi mendapat tawaran untuk melatih di Peru. Ini merupakan pengalaman pertamanya melatih bulutangkis di luar negeri.

“Saat itu saya spekulasi saja, ambil resiko untuk menambah pengalaman melatih di internasional,” kata Khadafi dalam bincang bertajuk Ngulik Olympic di kanal YouTube PB Djarum.

Khadafi mengisahkan, tak banyak yang mengenalnya dalam mengawali kariernya di Peru. Namun secara perlahan Khadafi membuktikan kebolehannya dan mengantarkan anak didiknya untuk berprestasi.

“Banyak sekali perbedaannya (bulutangkis di Peru dengan Indonesia). Pertama, badminton itu bukan olahraga yang popular dan bukan jadi profesi. Hanya olahraga sebagai hobi. Pendidikan masih yang utama buat mereka. Kadang mereka latihan hanya tiga kali seminggu karena ada ujian, badminton bukan yang utama. Jadi pelatih yang beradaptasi dengan jam sekolah dan jam kerja mereka,” jelas Khadafi.

“Satu pemain juga bermain tiga nomor. Itu yang membuat saya kaget. Mereka nggak yakin dengan permainan sendiri, sementara sekali pertandingan banyak biaya yang keluar, jadi mereka nggak mau rugi kalau cuma main satu sektor saja. Istilahnya kalau kalah di tunggal, masih ada ganda, begitu sebaliknya,” lanjut pelatih yang fasih berbahasa Spanyol ini.

Perkenalan Khadafi dengan Cordon terjadi pada tahun 2007. Saat itu Guatemala mengirimkan dua pemainnya, termasuk Cordon untuk berlatih dengan Khadafi.

“Saya tidak tahu waktu itu ada program apa di Guatemala. Mungkin mereka mendengar bahwa ada pelatih Indonesia di sana dengan dua sparring partner di Peru. Akhirnya Guatemala mengirimkan dua atlet ke Peru, salah satunya Kevin Cordon, saat itu ia berusia 19 tahun, untuk berlatih kurang lebih dua sampai tiga bulan latihan sama kita. Dan saat itu saya dan temen-temen melihat potensi dari dia. Dia punya smash yang kencang, punya kecepatan. Wah, ini kalau dipegang dengan baik, suatu hari nanti bisa pemain yang besar di Benua Amerika. Tapi kita bilang kalau tetap tinggal di Guatemala mungkin berat karena situasi dan kondisinya,” ungkap Khadafi.

Dari situ, perjalanannya bersama Cordon mengalami pasang surut. Hingga di tahun 2017, Cordon menghubungi Khadafi untuk mendampinginya menuju Olimpiade Tokyo 2020.

“Waktu itu ada tawaran dari beberapa negara lain juga. Tapi saya kenal dia, bagaimana dia, dia atlet yang bertanggung jawab dan profesional. Dia fokus dan menjalankan apa yang diperintahkan pelatihnya. Dan dia menjalankan 100 persen. Jadi saya tanpa ragu dan berpikir panjang, oke saya berangkat lagi ke Guatemala, tahun 2017,” kata Khadafi.

Perjuangan Khadafi bersama Cordon akhirnya membuahkan hasil. Setelah empat kali berpartisipasi di Olimpiade, Cordon sukses mencapai hasil tertinggi di Tokyo 2020.

“Kevin memang di posisi tidak ada beban. Karena tujuan kami ke sini untuk berpartisipasi dan menikmati permainan. Kita tahu fokus kita bukan seperti negara-negara seperti Indonesia, China, Jepang, dan negara kuat badminton yang fokusnya medali. Kita fokusnya berpartisipasi, menikmati permainan dan memberikan yang terbaik yang kita bisa,” cerita Khadafi.

“Hasil Kevin ini menjadi berita yang luar biasa di Guatemala dan Benua Amerika. Banyak sekali yang mendukung dan nonton bersama penampilan Kevin,” lanjutnya.

Setelah sukses mengantarkan Cordon di Olimpiade Tokyo, Khadafi kini mengaku akan mengakhiri kariernya di Guatemala.

“Ke depannya sementara saya mau istirahat dulu, kumpul dengan keluarga. Kalau ada yang berminat nantinya, silahkan. Impian saya memang, saat melihat proses pemberian medali, memotivasi saya suatu hari nanti saya bisa berpartisipasi lagi di Olimpiade. Tidak hanya berpartisipasi, tapi saya bisa membawa atlet entah siapa pun itu, untuk meraih medali perunggu, perak ataupun emas,” ungkap Khadafi. (NAF)