Inspiring Story
Home > Berita > Inspiring Story > Bobby Ertanto : “Tanam Pohon di Tempat yang Subur”
10 April 2016
Bobby Ertanto : “Tanam Pohon di Tempat yang Subur”
 
 

Audisi Umum PB Djarum 2016 di Purwokerto memasuki hari kedua, minggu (27/03) di GOR Satria. Para atlet mulai mengikuti tahapan turnamen, yang memperebutkan tiket ke grand final di Kudus. Demikian pula halnya dengan tim pemandu bakat, yang tetap konsisten mengamati atlet-atlet muda yang sedang berlaga.

Bobby Ertanto, salah satu anggota tim pemandu bakat, tekun mengamati setiap pertandingan. Ia menilai atlet yang ikut audisi di Purwokerto ini termasuk berkualitas bagus.

“Bulutangkis Indonesia itu luar biasa. Di usia muda sudah atlet-atlet sudah mampu bermain dengan baik. Ini terlihat dari para pemain yang mengikuti Audisi Umum di Purwokerto ini. Kita akan menyaring lagi untuk mendapatkan yang terbaik,” tutur Bobby.

Ia juga menilai bibit-bibit yang bagus ini harus dibawa ke tempat yang tepat, agar menjadi pemain yang hebat.

“Ibarat memanam pohon, kalau ditanam di tempat yang berbatu maka tidak akan tumbuh. Coba kalau kita tanam di tempat yang subur, kita taruh saja, pasti jadi,” ujarnya.

PB Djarum dengan audisi-nya merupakan salah satu tempat yang tepat tersebut. Ia menilai Audisi Umum ini merupakan sebuah program yang luar biasa.

“Tempo dulu tidak ada kegiatan seperti ini. Kalau dulu ada audisi, akan lebih menguntungkan sebagai atlet. Dulu saya cari lapangan saja keliling naik sepeda. Tapi di PB Djarum, semuanya fasilitas berlatih sudah disiapkan,” tambah Bobby.

Ia juga mengharapkan pembinaan di Purwokerto tetap terus berjalan agar potesi atlet daerah ini terus berkembang.

“ Jangan hanya semangat, latihan 1-2 bulan menjelang audisi saja,“ pesannya.

 

Mengenal Bobby Ertanto

Bobby Ertanto merupakan mantan pemain nasional kelahiran Surabaya, 2 Agustus 1960. Ini meniti karirnya dimulai karena melihat orang tua nya yang gemar bermain bulutangkis. Setiap pulang kantor, orang tua Bobby langsung bermain bulutangkis. Mereka kemudian memasukkan Bobby kecil ke klub PB Garuda, Surabaya. Ia dilatih oleh Ong Thio Djian, seorang yang pernah melatih pemain kenamaan Tiongkok Hou Chia Chiang, Fai Kaixiang dan Tang Hsien Hu.

Dengan berjalannya waktu ia mulai mengikuti kejuaraan-kejuaraan di daerah. Ia sering menjadi juara di kelompok umur remaja baik tunggal maupun ganda. Setelah lulus SMP, ia dipanggil ke Jakarta untuk masuk ke Sekolah Khusus Olahraga Ragunan. Ia masuk tahun 1977, bersama nama-nama seperti Lius Pongoh dan Kurniahu.

Tahun 1979, ia dikirim kejuaraan pelajar di Singapura bersama Lius Pongoh dan Icuk Sugiarto. Bobby berhasil meraih juara dengan mengalahkan Lius Pongoh di final.  Kala itu Lius Pongoh sudah lebih dahulu masuk Pelatnas.

Sepulang dari Singapura, Christian Hadinata memanggil Bobby untuk masuk Pelatnas, yang saat itu masih di jalan Manila, Senayan, Jakarta. Christian Hadinata melihat bakat Bobby untuk bermain ganda, dan ia dipasangkan dengan Hadi Bowo. Sebenarnya Bobby lebih senang bermain di nomor tunggal karena saat taruna dan remaja sering juara. Tapi ia menuruti apa disarankan Christian Hadinata yang merupakan panutannya.

Karena berpasangan dengan Hadi Bowo yang merupakan atlet klub Djarum maka ia pun mengikuti jejak pasangannya. Secara resmi Bobby menjadi pemain PB Djarum  sejak tahun 1980. Bersama Hadi Bowo, ia berhasil menjuarai Taiwan Open dua kali yakni tahun 1980 dan 1982. Kemudian tahun 1983, ia menjuarai Malaysia Open berpasangan dengan Christian Hadinata. Ia juga pernah menjadi juara berduet dengan Rudy Heryanto di ajang Hong Kong Open 1986

“Yang paling berkesan selama karir saya adalah ketika juara World Cup 1985 dan runner up All England 1987,” kenangnya.

Selain berprestasi di ganda putra, ia juga mampu mencetak gelar di ganda campuran. Berpasangan dengan Verawati Fajrin, ia merebut gelar Malaysia Open 1986.

Ia juga mengalami masa pasang surut prestasi. Saat juara, semua orang memuji, tetapi giliran kalah maka banyak dicela. Menurut Bobby, ia selalu siap akan hal itu karena sudah resiko menjadi seorang olahragawan.

Ia juga menyayangkan para pemain Indonesia sekarang ini, kurang stabil. Setelah juara, kemudian kendor lagi. Padahal atlet sekarang lebih beruntung dibandingkan saat dia di Pelatnas. Ketika itu hanya ada dua pelatih saja, yaitu Atik Jauhari sebagai pelatih teknik dan Tahir Djide, pelatih fisik. Berbeda dengan saat ini setiap sektor ada pelatihnya sendiri-sendiri ditambah lagi ada asistennya. Dengan segala kemudahan yang dimiliki atlet Indonesia saat ini, ia berharap atlet-atlet Indonesia semakin giat mencetak prestasi. (HK)