Mantan pemain ganda putra Indonesia, Sigit Budiarto memiliki segudang prestasi internasional. Saat ini dia melatih di klub PB Djarum, tempat dimana pada saat ia meniti karir menjadi pemain Bulutangkis. Berbincang ringan di sela- sela istirahat melatih anak didiknya (23/10/2009), ia bercerita singkat tentang dirinya dari kecil hingga kini, dan tanggapannya tentang situasi perbulutangkisan saat ini.
PB Djarum : Bagaimana awal bermain bulutangkis ? Sigit : Kebetulan Ayah memiliki klub bulutangkis kecil di daerah Prambanan Jogjakarta dan saya sering diajak untuk mendampingi beliau. Kemudian saya sedikit demi sedikit diajari dan akhirnya saya menjadi senang bermain bulutangkis.
PB Djarum : Lalu bagaimana kisah bergabung di PB Djarum ? Sigit : Saya masuk di salah satu klub yang punya nama di Jogjakarta, setelah sekian waktu saya mencoba untuk melakukan tes ke PB Djarum, dengan metode seleksi yang ketat, saya akhirnya bisa di terima. Dari sana-lah saya merasa untuk serius menekuni menjadi pemain bulutangkis. Kemudian setelah saya mencoba untuk bermain tunggal dan ganda putra, pelatih melihat saya memiliki kemampuan di nomor ganda putra. Pasangan saya di klub ada beberapa, dan yang paling akhir adalah Ade Lukas.
PB Djarum : Kapan bergabung di pelatnas ? Sigit : Masuk ke pelatnas tahun 1995, berpasangan dengan beberapa pemain disana. Saya dicocokan oleh pelatih untuk berpasangan dengan Candra Wijaya sekitar tahun 1996 akhir.
PB Djarum : Gelar juara yang paling membanggakan dan peringkat terbaik pada saat menjadi pemain ? Sigit : Peringkat terbaik adalah peringkat 1 dunia pada tahun 1997 berpasangan dengan Candra Wijaya. Untuk gelar juara yang membanggakan adalah kejuaraaan dunia tahun 1997 di Skotlandia.
PB Djarum : Musuh bebuyutan pada saat menjadi pemain siapa saja ? Sigit : (Sambil tertawa) Di dalam negeri ada Ricky Subagja/ Rexy Mainaky senior saya, lalu Antonius/ Denny Kantono. Untuk dari luar negeri ada Cheah Soon Kit/ Yap Kim Hock dari Malaysia, Lee Dong Soo/ Yoo Yong Sung dari Korea.
PB Djarum : Keinginan apa yang pada saat itu tidak sempat terwujudkan ? Sigit : Yang jelas gelar juara Olimpiade saya tidak sempat mewujudkannya.
PB Djarum : Kapan pensiun ? Sigit : Tahun 2006 pensiun dari pelatnas, lalu kembali masuk klub PB Djarum selama 1 tahun berpasangan dengan Fran Kurniawan, setelah itu saya pensiun dari atlet dan menjadi pelatih di PB Djarum
PB Djarum : Bagaimana jalannya dari pensiun lalu menjadi pelatih, dan apa perbedaanya pada saat menjadi atlet ? Sigit : Awalnya saya mencoba berwiraswasta, pada saat saya menjelang pensiun waktu itu, namun sepertinya tidak bisa menjadi jodohnya saya. Mungkin karena dunia saya adalah bulutangkis. Saya mencoba melamar sebagai pelatih ke PB Djarum, dan saya dapat diterima. Perbedaannya pada saat menjadi pemain dan pelatih adalah, kalau menjadi pemain, saya mengurusi diri sendiri untuk mencapai target yang saya inginkan dengan dibantu pelatih, menjadi pelatih saya harus memantau perkembangan, melatih dan mengurusi segala tanggung jawab yang berkaitan terhadap prestasi atlet- atlet yang saya didik. Kemauan pelatih dan atlet harus sama dalam mencapai target. Saat ini saya mengurusi kelompok taruna.
PB Djarum : Punya cita- cita apa menjadi pelatih ? Sigit : Ingin anak – anak didik saya ingin juara nasional dan tentunya juga ingin kelak anak didik saya memiliki prestasi internasional.
PB Djarum : Menjelang pensiun waktu dulu, adakah tawaran untuk menjadi pelatih negara lain ? Sigit : (Sambil tersenyum) pada saat itu salah satunya adalah negara Rusia, pemerintahnya menawarkan untuk menangani tim nasional Rusia. Namun, saya memang masih ingin melatih di Indonesia, sehingga tawaran tersebut bukan jodohnya saya.
PB Djarum : Bagaimana prestasi Indonesia saat ini ? Sigit : Prestasi yang dicapai cenderung belum stabil, kecuali di ganda putra dan ganda campuran kita masih memiliki pemain handal. Untuk tunggal putra dan putri, serta ganda putri belum terlihat. Ganda putra stok pemain Indonesia yang ada di pelatnas cukup mumpuni. Selain Markis Kido/ Hendra, ada dukungan dari pelapis seperti Rian Sukmawan/ Yonathan, Bona/ Ahsan.
PB Djarum : Ada yang salah kah dengan kepelatihan di Indonesia ? Sigit : Dibilang salah itu tidak benar ya, karena semua unsur di perbulutangkisn Indonesia ingin atlet- atlet terus meraih juara, namun kita harus bisa melihat, memperhatikan atau belajar bagaimana pola kepelatihan yang dilakukan negara lain seperti China, Korea, dan juga Malaysia yang semakin maju untuk gandanya. Kita tidak terlalu ketinggalan, mungkin banyak faktor yang menyebabkan hal tersebut, apakah itu bahan bakunya yang kurang, kalau dulu di Indonesia banyak sekali.
PB Djarum : Bagaimana untuk menjawab permasalahan tersebut ? Sigit : Pemerintah harus memberikan support yang nyata dengan mengucurkan fasilitas, seperti China, Korea, Malaysia. Disana di beberapa daerah diberikan fasilitas seperti pelatnas utama, sehingga mereka tidak akan pernah kekurangan stok. Mantan- mantan pemain yang banyak stoknya bisa menjadi pelatih dan melakoninya di daerah- daerah, dan tidak selalu terpusat.
PB Djarum : Tanggapan mengenai banyaknya pelatih- pelatih Indonesia yang berkarir di luar negeri ? Sigit : Mereka tidak bisa disalahkan, karena mereka butuh penghidupan yang layak, apalagi bagi mereka yang berkeluarga. Mengingat banyaknya stok- stok pelatih (mantan- mantan pemain) yang ada sedangkan tempatnya terbatas, mereka melatih ke luar negeri. Satu hal yang pasti, di hati kecil mereka saya sangat yakin mereka yang melatih di negeri lain sangat mencintai Indonesia. Karena mereka pernah membela merah putih di setiap turnamen internasional.
PB Djarum : Terimakasih Sigit, atas waktunya. Sigit : Sama- sama dan sukses selalu