Diluar Arena
Home > Berita > DILUAR ARENA > Rangga, Berprestasi di Negeri Orang
19 Agustus 2020
Rangga, Berprestasi di Negeri Orang
 
 

Banyak mantan atlet bulutangkis nasional yang hijrah mencari keberuntungan di negeri orang. Rangga Yave Rianto adalah salah satu diantaranya. Pemuda kelahiran Jakarta, 27 tahun silam ini, kini menetap di, Amerika Serikat. Tepatnya di negara bagian New Jersey.

Dalam pengembaraannya, ia memilih profesi sebagai pelatih dan pemain sparing bulutangkis pada klub New Jersey Badminton Club (NJBC). Anak didiknya kebanyakan berasal dari warga keturunan Asia.

Bisa dibilang lebih banyak Asianya dibanding warga lokal. Soalnya badminton lebih dikenal sama orang Asia yang tinggal disini. Kalo warga lokal paling 1  - 2 % yang main,” ujarnya menganalisa.

Kalaupun ada bulenya, rata-rata dari Eropa. Soalnya disini badminton kurang dikenal,” sambungnya.

Apalagi saat ini pandemi virus Covid-19 masih menyerang Amerika Serikat. Hal ini tentunya memperburuk atmosfir berlatih disana. Banyak yang ragu untuk kembali berlatih bulutangkis. Ditambah lagi orang tua mereka juga belum mengizinkan putra-putrinya berlatih kembali. Tetapi Rangga masih bisa mengucap syukur. Di tempatnya melatih suasana sudah mulai membaik.

Alhamdulillah ditempat saya situasi sudah lumayan membaik Berharap begitu terus kedepannya sampai ga ada Covid-19 lagi,” ujar keponakan Sigit Budiarto ini.

Walau melatih dan menjadi sparing partner pemain, Rangga masih sempat mengikuti beberapa kejuaraan di sana. Ia sempat mengikuti kejuaraan Boston Open 2019. Ia yang bertanding di ganda putra dan berpasangan dengan Arya Aldiartama, justru mampu meraih gelar juara. Di kejuaraan Mid Atlantic di Philadelhia juga menjadi yang terbaik bersama Arya.

Selama bermukim di negeri asing, masalah bahasa bukan menjadi penghalang baginya. Mantan juara ganda putra Walikota Open 2013 ini justru mengalami hambatan pada soal makanan. Tinggal lama di negeri Paman Sam membuatnya rindu akan masakan kampung halaman.

Kangen nasi uduk, lontong sayur sama bubur ayam,” tuturnya seraya tertawa.

Tingginya biaya hidup disana, membuat Rangga harus memutar otak untuk menyiasatinya. Memasak sendiri, akhirnya menjadi pilihan utamanya.

“Caranya kalo bisa masak sendiri. Dengan belanja dan masak itu lebih irit dari pada beli di restoran tiap hari. Trus kalo bisa ga kemana-mana, kalo ada waktu senggang atau bosen baru jalan-jalan keluar,” katanya berteori atau cara yang paling praktis, ia hanya memasak mie instant asal Indonesia yang banyak beredar di pasar Asia.

Tapi rasa rindu keluarga dan kampung halaman sebentar lagi akan sirna. Saat ini ia tengah bersiap-siap untuk kumpul bersama keluarga besarnya.

Ada kemungkinan balik ke Indonesia, tapi kemungkinan hanya untuk bertemu keluarga aja,” pungkasnya.  (AR)