Raut muka kecewa dan tangis air mata nampak meliputi warga Indonesia yang berjumlah lebih dari 6000 orang. Peristiwa ini terkait dengan kekalahan Tim Thomas Indonesia saat berhadapan dengan Tim bukan unggulan, Korea Selatan. Ribuan dukungan penonton yang memberikan semangat dengan teriakan yel-yel pun tidak cukup mampu bagi Sony Dwi Kuncoro dkk, dalam usahanya membendung perlawanan Tim Korsel dalam perebutan kursi final Piala Thomas 2008.
Tunggal utama Indonesia, Sony Dwi Kuncoro pun masih harus mengakui keunggulan permainan Park Sung Hwan dalam pertandingan rubber-set, 12-21, 21-12, 18-21. Walaupun usaha yang dilakukan Sony sangat mengesankan dan sempat menyamakan kedudukan di set kedua, namun pada set ketiga pemain Tunggal pertama Korsel tersebut mampu membungkam Sony dengan perolehan skor yang tipis. Kekalahan ini membawa pengaruh psikologis yang buruk pada permainan Arjuna-arjuna Tanah Air berikutnya.
Di partai kedua, Ganda terbaik dunia, Markis Kido/Hendra Setiawan pun tidak mampu meredam pasangan Ganda Korsel, Jung Jae-sung/Lee Yong-dae, 19-21, 21-18, 10-21. Walaupun Markis/Hendra mampu memaksakan rubber-set, namun di set ketiga pasangan ini tertinggal cukup jauh dan tidak mampu mengejar angka yang diperoleh oleh Ganda Korsel tersebut. Kekalahan Ganda Indonesia ini seakan menjadi pertanda yang buruk bagi kubu Indonesia dalam menghadapi Korea Selatan.
Dengan perolehan skor 2-0 untuk keunggulan Korsel, membuat permainan Tunggal kedua Taufik Hidayat berada dalam tekanan mental yang amat sangat. Terbukti saat ia harus menghadapi Lee Hyun Li, ia nampak begitu mudah dikalahkan, 12-21, 14-21. Hanya dalam tempo waktu yang cukup singkat, 38 menit, Taufik pun harus mengakui keunggulan Lee Hyun Li yang peringkat dunianya jauh di bawah Taufik yang malam itu (16/5) bermain dengan sangat amat buruk. Kekalahan Taufik ini seakan melanggengkan Tim Korsel melaju ke final dengan skor akhir 3-0 atas Indonesia.
Kekalahan Tim Thomas Indonesia ini sungguh mengejutkan. Pasalnya, yang mengalahkan adalah Tim yang tidak terduga dan tidak diandalkan. Sepanjang sejarah perebutan Piala Thomas, Korsel baru pertama kali ini berhasil menembus babak final setelah mengalahkan Tim unggulan Indonesia di kandangnya sendiri.
Menurutnya lagi, persiapan yang dilakukan oleh Tim Thomas kurang maksimal dan kurang memiliki semangat juang. "Ini masalah prestise dan martabat. Apalagi, kalah di rumah sendiri. Diberi tanggung jawab berarti menjadi duta bangsa yang seharusnya menjadi kebanggaan pemain," ucapnya (Indopos).
Apapun masalahnya, kalah ya tetap kalah. Dan Tim Thomas Indonesia seharusnya dapat lebih berkaca, dan membuktikan kiprahnya di periode yang akan datang. Tanpa harus menyalahkan siapa pun, fokus kita ke depan tertuju pada perebutan Gelar Olimpiade yang akan datang. Mampukah kita mewujudkan kemenangan-kemenangan di hari esok dari pengalaman pahit kali ini? Semoga saja.
Salam bulutangkis!