Diluar Arena
Home > Berita > DILUAR ARENA > Bulutangkis Mengharumkan Nama Indonesia
31 Juli 2009
Bulutangkis Mengharumkan Nama Indonesia
 
 

Maria Kristin Atlet Nasional Favorit

Solo, 30 Juli 2009 - Penurunan prestasi bulutangkis Indonesia, tidak serta merta berbanding lurus dengan tanggung jawab Pengurus Besar Persatuan Bulutangkis Seluruh Indonesia (PB-PBSI) sebagai pilar utama penyangga prestasi olahraga bulutangkis di Indonesia. Banyak faktor yang mempengaruhi dan tanpa disadari turut memperburuk kondisi itu. Keadaan ini telah berjalan lama dan baru disadari ketika eksistensi Indonesia benar-benar terancam di dunia perbulutangkisan internasional.

Diawali dengan berbagai kegagalan seperti di kejuaraan beregu Thomas dan Uber Cup yang dilaksanakan di Jakarta pada Mei 2008 dan prestasi yang kurang mengenakkan di Piala Sudirman di Guangzhou, 10-17 Mei 2009, serta kegagalan pebulutangkis Indonesia menjuarai berbagai turnamen perorangan, membuat persoalan keterpurukan itu berada pada titik yang mengkhawatirkan.

Kondisi ini berbanding terbalik dengan masa kejayaan bulutangkis Indonesia sejak era Tan Joe Hok yang dilanjutkan Rudy Hartono, Liem Swie King, Icuk Sugiarto, Hariyanto Arbi, Verawati Fajrin, Ivana Lie, dan Susi Susanti. Tanpa bermaksud mengkultuskan mereka, namun nyata bahwa setelah itu tongkat estafet regenerasi mengalami stagnasi.

Membandingkan nama-nama besar itu dengan prestasi bulutangkis Indonesia saat ini, akan dengan segera dapat dilihat bahwa PBSI sebagai pihak utama yang harus menjelaskan krisis ini. Tapi, menempatkan PBSI semata sebagai pihak yang harus bertangung jawab, tentu saja sangat keliru?

Untuk mengurai tantangan penyebab kegagalan itu, Pengurus Provinsi (Pengprov) PBSI Jawa Tengah sebagai sentra pemasok bibit unggul bulutangkis mengadakan riset yang dilakukan oleh lembaga riset AC Nielsen berupaya mendapatkan gambaran atas kondisi yang dihadapi.

Hasil Survei

Dalam survey olahraga bulutangkis di lima kota di Jawa Tengah --Tegal, Purwokerto, Semarang, Kudus, Solo -- dijelaskan bahwa perilaku masyarakat saat ini mengalami pergeseran. Masyarakat lebih banyak menghabiskan waktu di dalam ruangan dibandingkan di luar ruangan. Dan, masyarakat juga menganggap olahraga secara umum dan bulutangkis bukan sebagai aktivitas favorit mengisi waktu luang dan atlet bulutangkis juga belum dianggap sebagai profesi atau karir. Dampak dari persepsi ini terlihat dengan tantangan mencari bibit-bibit pemain bulutangkis yang kelak menjadi tulang punggung Indonesia di pentas internasional.

Perilaku ini tidak berdiri sendiri. Media, dalam hal ini, televisi telah mengarahkan publik pada pilihan olahraga yang menjadi menu tayangan mereka. Karena sepakbola lebih mendominasi siaran langsung televisi, olahraga ini lebih menjadi pilihan dibandingkan bulutangkis. Pergeseran perilaku masyarakat dan agenda media televisi berperan dalam menyokong penurunan prestasi bulutangkis Indonesia.

Untungnya, ada beberapa poin yang menjadikan bulutangkis sebagai primadona olahraga di tengah masyarakat tanah air. Selain itu, bulutangkis dianggap sebagai olahraga yang mampu menautkan jaring-jaring sosial dan relatif murah sehingga sangat terbuka untuk dimainkan oleh segenap kalangan masyarakat dari berbagai tingkatan usia. Menurut lebih dari 1000 responden yang disurvei, bulutangkis merupakan olahraga yang sangat membanggakan dan dapat mengharumkan nama bangsa.

Andil Media

Minat masyarakat untuk menonton bulutangkis di siaran langsung TV sangat tinggi. Media memiliki andil mempopulerkan bulutangkis. TV dianggap sebagai media yang paling efektif untuk menarik generasi muda mengenali bulutangkis. Siaran kejuaraan dan liputan di TV memegang peranan penting sebagai ‘initial attraction factor'. Kakteristik TV dan Koran sebagai media massa dapat membantu menciptakan trend

Saat responden ditanya untuk menyebutkan pemain nasional favorit, pemain muda asal PB Djarum Maria Kristin berada di posisi kedua setelah Taufik Hidayat. Dari antara pemain nasional generasi baru, Maria Kristin terlihat paling dikenal, diikuti oleh Sony Dwi Kuncoro, Simon Santoso dan Markus Kido.

 

Seminar Studi Olahraga Bulutangkis

Berkait dengan persoalan ini, Pengurus Provinsi (Pengprov) PBSI Jawa Tengah menyelenggarakan Seminar Studi Olahraga Bulutangkis pada hari ini (30 Juli 2009) bertempat di Gedung Perkumpulan Masyarakat Surakarta (PMS) yang dihadiri oleh peserta diantaranya pengprov PBSI, Pengkab, KONI Jateng, Dispora Jawa Tengah, dan lainnya dengan menghadirkan sejumlah pakar dan praktisi bulutangkis seperti Ian Situmorang, Fung Permadi, Hariyanto Arbi, Mochamad Anwari dan Prof.Dr.dr. Hardhono Susanto, PAK(K) untuk mendapatkan jawaban mengatasi krisis prestasi bulutangkis Indonesia serta sulitnya memperoleh bibit pemain berkulitas.

"Kami dari Pengprov PBSI Jawa Tengah yang selama bertahun-tahun menjadi tulang punggung kekuatan bulutangkis nasional terpanggil untuk menjawab tantangan yang kita hadapi. Saya kira, seminar ini akan mampu memberikan gambaran, memetakan persoalan, dan dapat pula membawa kita semua keluar dari krisis yang kita hadapi bersama," ujar Mochamad Anwari, Ketua Pengprov PBSI Jawa Tengah yang juga penggagas seminar Studi Olahraga Bulutangkis.

Ia mengajak semua pihak untuk kembali menggali potensi yang dimiliki untuk mengembalikan kejayaan bulutangkis Indonesia. "Kami dan PBSI tidak dapat berjalan sendiri. Tapi, perlu dukungan semua stakeholder olahraga, termasuk media sebagai agent of change dan pembawa opini publik untuk sama-sama mengatasi tantangan bulutangkis di daerah dan negara kita ini," ujarnya lagi.

Dijelaskan Anwari, setidaknya ada beberapa faktor utama untuk mengangkat prestasi bulutangkis. Ia mengatakan bahwa media harus menjadi ujung tombak untuk mengubah perilaku dan minat masyarakat terhadap bulutangkis. Kemudian, perlu memperbanyak turnamen dengan hadiah yang cukup besar untuk menjadikan bulutangkis sebagai pilihan para remaja karena dapat menafkahi mereka jika menggeluti olahraga ini secara serius.

"Ini tidak mudah. Tapi, harus dijalani. Dan, harus dimulai dari satu Pengprov seperti yang kami lakukan di Jawa Tengah. Jika, semua Pengprov di seluruh Indonesia melakukan seperti kami, saya yakin dalam waktu yang tidak terlalu lama olahraga bulutangkis akan kembali mengharumkan nama bangsa," tegasnya.

Pemasalan bulutangkis di Jawa Tengah ditargetkan oleh Pengprov PBSI Jawa Tengah akan meningkat dari 4% (2009) menjadi 6% (2011) untuk ‘heavy player, 16% (2009) ke 24% (2011) bagi ‘regular player', dan 26% (2009) menjadi 40% bagi ‘main player'.

Motivasi Kesehatan

Dari hasil riset yang dilakukan AC Nielsen, juga ditemukan bahwa aktivitas bulutangkis adalah menjadi sarana paling efektif menyehatkan masyaratkat. Kebanyakan pemain bulutangkis mengatakan bahwa mereka bermain untuk menjaga kesehatan (51%), kemudian sebagai hobi (34%). Menurut Anwari, tidak semua pelakon bulutangkis akan menjadikan aktivitasnya menjadi profesi (9%), ada juga yang memilih sekadar rekreasi. Bahkan Pengprov Jawa Tengah juga sedang berusaha memberi wadah bagi pemain veteran.

Hidup Bulutangkis Indonesia!