Turnamen Nasional
Home > Berita > TURNAMEN INTERNASIONAL > Adu Mental di Thomas-Uber
05 Mei 2008
Adu Mental di Thomas-Uber
 
 

Supremasi bulutangkis beregu seperti Piala Thomas dan Uber, tentu bukan barang baru lagi bagi Indonesia. Sejak pertama kali diraih pada tahun 1958, kemudian berturut-turut tahun 1958, 1961, 1964, 1970, 1973, 1976, 1979, 1984, 1994, 1996, 1998, 2000, 2002, Indonesia cukup teruji sakti di ajang ini.

Dari data tersebut, alasan apa lagi yang harus dicari untuk tidak mampu berlaga seperti dulu? Ketika selalu ditanyakan strategi apa yang harus dipersiapkan tim dalam menghadang kekuatan lawan, saya pun punya jawaban yang selalu berulang: “Adu Mental.”

Mengapa selalu begitu? Karena, menurut saya tidak ada yang baru dari pertemuan-pertemuan antarpemain di ajang dua tahunan tersebut. Apalagi sistem Super Series yang hampir setiap bulan bergulir, para pemain bintang senantiasa bertemu dan saling berhadapan.

Tak Ada Kejutan

Dominasi China, kejutan Denmark, konsistensi Korea, sensasi Malaysia untuk tim Thomas, sejak bertahun-tahun lalu, senantiasa menjadi cerita yang terus diulang. Mengapa penonton bisa memprediksi? Kare-na mereka sudah bisa membaca kekuatan pemain di berbagai turnamen reguler seperti Super Series, Grand Prix dan sejenisnya.

Untuk tim Uber, Indonesia pernah mencatat kegemilangan pada 1975, 1994, 1996 sebagai juara. Pada tahun 2008, kebetulan Jakarta akan menjadi tuan rumah, mereka harus mempersiapkan sebaik-baiknya.

Tidak ada kejutan dalam perebutan Thomas dan Uber, saya maksudkan, karena tim dan pemain yang memiliki kans saling berhadapan sudah bisa dihafal. Dasar asumsi itu antara lain, karena jarang sekali muncul kejutan besar dati tim “tak terperhitungkan” tiba-tiba meraih debutan besar.

Misalnya saja, Nigeria (di grup A bersama China dan Kanada) atau Jerman (di grup D bersama Indonesia dan Thailand), tiba-tiba saling berhadapan di babak final. Bukan tidak mungkin itu terjadi, namun kita berhitung di luar invisible hand. Secara teknis, kondisi semacam itu susah diharap.

Yang terjadi pasti adalah, tim-tim yang selama ini mendominasi turnamen dunia sepanjang dua tahun terakhir, akan mencitrakan kekuatannya sendiri.

Saling Tahu

Antar pemain bintang, biasanya sudah saling hafal. Misalnya, jika Indonesia melawan China, mereka telah saling tahu apa kekuatan dan kelemahan pemain masing-masing. Jika mental lebih menang, segala persoalan teknis seperti fisik dan skill pasti dominan.

Menimbang untuk menerapkan strategi di ajang perebutan yang hampir setara, PBSI mempersiapkan simultan pemain-pemainnya agar bersiap di Piala Thomas dan Uber ke Olimpiade bulan Agustus mendatang.

Try out untuk persiapan itu sudah kami mulai dari All England, Swiss Terbuka, dan Kejuaraan Asia sebagai turnamen terakhir kualifikasi Olimpiade. Dari situ pun kita sudah bisa mengukur seberapa besar kemampuan Indonesia untuk ajang Thomas dan Uber.

Mengukur kekuatan lawan pun mampu dipantau di kejuaraan-kejuaraan perorangan. Mestinya, kita akan lebih mampu menjaga ritme mental, karena kebetulan Indonesia adalah tuan rumah. Hal yang sangat krusial dan selalu dijadikan senjata lawan.

Christian Hadinata - (Pelatih Pelatnas)