Turnamen Nasional
Home > Berita > TURNAMEN INTERNASIONAL > [BCA Indonesia Open Superseries Premier 2016] Ini Rasanya Jadi Hakim Garis
04 Juni 2016
[BCA Indonesia Open Superseries Premier 2016] Ini Rasanya Jadi Hakim Garis
 
 

Di lapangan utama turnamen bulutangkis papan atas dunia, kini sudah menggunakan teknologi hawk-eye. Teknologi ini pertama kali resmi digunakan pada tahun 2014 silam. Teknologi ini memberikan peluang bagi atlet untuk melakukan challenge atas keputusan hakim garis, jika dirasa merugikan dirinya.

Menurut salah satu hakim garis yang bertugas di BCA Indonesia Open Superseries Premier, Maydina Wijayanti, teknologi ini bisa menjadi pelindung bagi hakim garis dari intervensi keputusan. Maydina adalah hakim garis yang bertugas di laga Jan O Jorgensen versus Tian Houwei di semifinal pada Sabtu (4/6) malam.

Maydina mendapat challenge dari kedua atlet dalam dua point beruntun. Di challenge yang diajukan oleh Tian, keputusan Maydina tepat. Ia menyatakan bola masuk arena, sementara Tian menganggap bola itu keluar. Sementara challenge kedua diajukan oleh Jan saat Maydina menyatakan bola jatuh diluar arena, namun ternyata bola menyentuh tipis garis belakang pertahanan Tian.

“Kalau bola cepat seperti itu memang lebih sulit, tadi juga kan sangat tipis di garis. Kadang memang bisa juga dari efek cahaya di lapangan, bola-bola seperti itu memang lebih sulit untuk dibaca. Untuk itu beruntung ada teknolog ini. Meskipun memang di sisi lain ini menjadi tekanan tersendiri bagi hakim garis,” lanjut alumnus Universitas Negeri Jakarta ini.

Maydina pun adalah pengambil keputusan saat laga Tontowi Ahmad/Liliyana Natsir vs Kim Astrup/Line Kjaersfeldt. Kala itu ia menyatakan bola meninggalkan lapangan, tetapi umpire mengoreksi keputusannya.

“Waktu Tontowi/Liliyana kemarin bermain kan di court dua, memang itu cukup jauh jatuhnya. Tetapi memang umpire mempunyai hak prerogativ untuk mengoreksi keputusan hakim garis, makanya di saat seperti itu hawk eye justru bisa melindungi keputusan kami,” tambahnya.

Maydina sendiri sudah bertugas di ajang akbar ini sejak 2010 silam. Dirinya adalah wasit nasional A asal DKI Jakarta, hingga tahun 2016 ini, Maydina baru absen satu kali di tahun 2012. “Tahun 2012 harus absen karena menikah hamil, biasalah perempuan,” ujarnya sambil tertawa.

Keputusan hakim garis memang kerap menjadi kontroversi jika terjadi di pertandingan-pertandingan penting, terlebih lagi yang tengah berlaga adalah pemain tuan rumah. Untuk meminimalisir kontroversi ini, Federasi Bulutangkis Dunia (BWF) pun sudah menggunakan teknologi ini sejak tahun 2014 silam.