Pasca cedera serius dua tahun lalu, mantan pebulutangkis ganda campuran Pelatnas Edi Subaktiar saat ini tengah fokus menjalani profesi barunya sebagai pelatih bulutangkis di PB Champion, Magelang.
"Kesibukan saya setelah keluar dari Pelatnas sempat balik ke rumah dulu, istirahat. Sampai pada akhirnya bulan Maret 2019 dari PB Djarum menyuruh datang ke Kudus, dan saya ditugaskan untuk melatih di PB Champion Magelang," kata Edi saat ditemui di Magelang beberapa waktu lalu.
"Sebenarnya selain menjadi pelatih, ada beberapa penawaran yang diberikan. Tapi saya merasa gak ada hubungannya dengan masa lalu saya sebagai atlet, makanya saya memilih jadi pelatih saja," tambahnya.
Pebulutangkis asuhan PB Djarum itu mengalami cedera saat bertanding di nomor perorangan Sea Games Kuala Lumpur 2017 berpasangan dengan Gloria Emanuelle Widjaja. Keduanya harus mundur dari arena, setelah di babak pertama, Edi terjatuh ketika menghadapi wakil Malaysia, Chan Peng Soon/Cheah Yee See saat kedudukan 5-8 di game pertama.
Hal itu memaksa Edi kembali lebih awal ke tanah air dan mendapat perawatan di RS Medistra, Jakarta Selatan. Edi pun didiagnosa dengan sederet cedera di sekitar lututnya. ACL (Anterior Cruciate Ligamen) putus total, meniskus robek hampir di semua sisi lututnya. Ia pun akhirnya mengambil keputusan untuk melakukan operasi pada 14 Oktober 2017 lalu.
Baca juga : Ini Cara Tim Ganda Campuran Pratama Melatih Mental
Sempat bangkit dan melawan cedera yang dialaminya, namun rasa nyeri yang sering dirasa dan trauma yang tak bisa hilang begitu saja, membuat Edi tak bisa kembali seperti dulu lagi. Hingga akhirnya ia pun harus terkena degradasi Pelatnas awal 2019 lalu.
"Setelah operasi sempat mau bangkit lagi ke lapangan, tetapi terkadang rasa nyeri itu datang, dan saya merasa tidak akan maksimal jika saya harus kembali fokus menjadi atlet lagi, karena rasa nyeri itu sampai sekarang terkadang suka masih terasa, belum lagi sesekali saya suka ingat kejadian itu," papar Edi.
Bagi Edi, setelah berkarir menjadi atlet bulutangkis lebih dari 10 tahun, tak ada rasa untuk meninggalkannya begitu saja. Kini Edi mempunyai ambisi untuk menjadi pelatih handal yang bisa mencetak calon bintang bulutangkis masa depan.
"Harapannya kalau dulu waktu jadi atlet saya kan sudah memberikan semampu saya bagi Indonesia dan PB Djaruum, kalau sekarang istilahnya saya di belakang layar. Saya ingin nyumbang atlet untuk PB Djarum yang nantinya bakal menjadi atlet kebanggaan Indonesia yang selalu mengharumkan nama bangsa di kancah dunia," jelas Edi.
Edi lahir di Sidoarjo, 13 Januari 1994. Sejak bergabung dengan PB Djarum pada tahun 2008 silam, Edi sukses mencatatkan prestasi terbaiknya di level junior. Yang paling membanggakan adalah ketika ia dan pasangannya Melati Daeva Oktavianti sukses meraih medali emas Kejuaraan Dunia Junior 2012 di Chiba, Jepang. Kemudian sederet prestasi di level senior pun juga ia dapatkan, seperti juara Macau Open Grand Prix Gold 2014 dan New Zealand Open Grand Prix 2014 bersama Gloria Emanuelle Widjaja. (ah)
Baca juga : [Blibli Indonesia Open 2019] Praveen/Melati Waspadai Faktor Non-Teknis Hadapi Pasangan Eropa