Bagi para pemudik, pemandangan macet di jalan raya bukan hal baru lagi. Butuh waktu berjam-jam untuk bisa tiba di kampung halaman. Arya Maulana rupanya ikut menjadi bagian dari macet berjamaah yang biasa terjadi setahun sekali. Butuh 17 jam bagi Arya untuk bisa melewati batas jalan raya menuju kampungnya di Sukoharjo, Jawa Tengah. “Tujuh belas jam harus saya tempuh dari Jakarta ke Sukoharjo,” ceritanya. “Saya kena macet di Pemalang trus di alihkan jalannya lewat Purbalingga trus ke Wonosobo,” lanjutnya.
Namun ia termasuk orang yang beruntung. Jika para pemudik sulit untuk mencari tiket, justru kemudahan didapat Arya. Ia tak harus bersusah payah mencari tiket, karena ia mendapat tawaran pulang kampung bersama dengan Muhammad Ulinuha yang kebetulan pulang kampung ke daerah Solo dengan mobil pribadinya. Ulin, panggilan akrab Muhammad Ulinnuha juga mengajak dua rekan satu klubnya yang lain, yakni Akbar dan Galang.
Selama tujuh belas jam perjalanan, tak sekalipun kendali perjalanan diganti oleh yang lain. Ulin tetap sigap mengendarai kendaraan. “Mas Ulin bawa sendiri. Ia ga mau digantikan. Kuat katanya,” tuturnya. Untuk mengusir rasa lelah dan penat selama perjalanan, mereka pun beberapa kali singgah di tempat peristirahatan untuk sekedar beristirahat, melaksanakan Sholat atau untuk berbuka puasa. “Istirahat sambil buka puasa dan makan,” pungkasnya. Obrolan, candaan dan alunan musik pun mampu membuat suasana penat menjadi cair. Terkadang, secara bergantian Arya dan dua rekannya tidur di dalam kendaraan. “Selama dijalan kita ngobrol aja atau tidur gantian juga dengerin musik,” paparnya.
Kebersamaan empat pemain asal PB Djarum berakhir di kota Solo. Sesampai di kota Solo, perjalanan Arya menuju Sukoharjo harus di tempuh menggunakan taxi. “Kurang lebih lima belas menit dari Solo ke Sukoharjo,” ungkapnya.
Berlebaran di kampung halaman memang selalu ia idam-idamkan. Berkumpul dengan keluarga menjadi agenda yang ia tunggu-tunggu. “Lebaran biasanya kita kumpul di rumah nenek di Sukoharjo, setelah itu baru ke Solo ke kumpul dengan keluarga besar,” pungkasnya. Hanya saja lebaran di Sukoharjo tidak seperti di tempat lain yang identik dengan Ketupat. Di kampung tempat tinggalnya, tak akan di temui ketupat pada saat hari raya Lebaran. “Di sini ga ada ketupat. Biasanya lebaran masak gulai entok dan bebek goreng plus pecel,” celotehnya.
Arya yang sudah mulai menginjak dewasa rupanya masih kerap menerima uang lebaran dari sanak saudaranya. Di samping masih menerima uang lebaran, sekarang ia mulai memberikan uang lebaran kepada saudaranya yang masih kecil. Saat di tanya berapa besar uang lebaran yang biasa ia terima, ia hanya berujar “Rahasia,” pungkasnya sambil tertawa.
Selamat Lebaran Arya. (AR)