Sigit Budiarto tak hanya sukses sebagai pemain bulutangkis, ia juga sukses mencetak pemain-pemain handal melalui klub yang telah membesarkannya dahulu, PB Djarum. Sebagai pelatih pemain ganda taruna PB Djarum, ia sukses mengantarkan Arya Maulana/Edi Subaktiar sebagai juara Asia Yunior tahun 2012. Pemain didikannya yang lain, Kevin Sanjaya/Rafiddias Akhdan Nugroho berhasil meraih prestasi tertinggi di ajang Kejurnas Taruna 2012.
Semasa Sigit bermain sudah banyak gelar juara yang berhasil direbutnya. Banyak pasangan yang pernah dicoba untuk menjadi partnernya. Prestasi terbaiknya ia torehkan bersama dengan Candra Wijaya. Bersama Candra Wijaya, ia mampu merebut gelar fenomenal, All England di tahun 2003. Di tahun berikutnya, ia juga bisa merebut gelar juara pada kejuaraan China Open dan kejuaraan Asia. Di tahun 2005 deretan prestasinya semakin melambung. Banyak gelar juara yang mampu ia raih, mulai dari Swiss Open, Singapore Open, Malaysia Open. Di Japan Open dan Indonesia Open ia mampu menjadi runner up. Namanya juga tercatat sebagai pemain yang mampu merebut piala Thomas. Bersama tim nasional Indonesia, ia mampu membawa pulang Piala Thomas di tahun 1998, 2000, 2002.
Dari sekian banyak catatan prestasinya, kejuaraan dunia pada tahun 1997 menjadi turnamen yang paling berkesan baginya.
“Kejuaraan dunia 1997 di Skotlandia menjadi turnamen yang berkesan buat saya. Pada saat itu saya berhasil meraih juara dengan kualitas permainan yang baik,” ujarnya.
Di tahun itupun ia mampu menjadi pasangan yang bertengger di peringkat satu dunia bersama Candra Wijaya.
Selain bersama Candra Wijaya, ia pun sempat di pasangkan dengan beberapa pemain lainnya. Di tahun 2004 ia sempat dipasangkan dengan Tri Kusharjanto. Menjadi juara Asia di tahun 2004, bisa di toreh Sigit bersama dengan Tri Kusharjanto.
Selain Tri Kusharjanto, ia juga sempat di tandemkan dengan pemain kidal Flandy Limpele. Gelar Singapore Open 2006 mampu ia rebut.
Di tahun 2007, Sigit menggandeng pemain asal PB Djarum Fran Kurniawan. Talenta Sigit sebagai pemain ganda memang terbukti. Dengan Fran Kurniawan, ia pun bisa berprestasi. Ia bisa menjadi semifinalis Yonex Jerman Open 2007.
Selepas pensiun sebagai salah satu pemain legenda Indonesia, ia membaktikan diri dalam pembinaan generasi muda. Pemain didikan menjadi pemasok yang potensial bagi Pelatnas PBSI karena prestasi yang dicatat atletnya baik di ajang Sirnas maupun turnamen-turnamen lainnya. Dengan tangan dinginnya sebagai pelatih, bulutangkis Indonesia bisa berhadap banyak. Semoga semakin banyak generasi muda bulutangkis Indonesia lahir dari tangannya. (AR)