Diluar Arena
Home > Berita > DILUAR ARENA > Emas Olimpiade Tontowi/Liliyana, Pencapaian Tertinggi dan Simbol Persatuan Indonesia
17 Agustus 2021
Emas Olimpiade Tontowi/Liliyana, Pencapaian Tertinggi dan Simbol Persatuan Indonesia
 
 

Butuh perjuangan panjang bagi pasangan legenda Tontowi Ahmad/Liliyana Natsir untuk akhirnya memastikan diri pada pencapaian tertingginya sepanjang karier. Sebagai pasangan ganda campuran, keduanya harus melewati dua kali Olimpiade sebelum akhirnya memastikan emas di Rio 2016.

Sebenarnya pencapaian Tontowi/Liliyana saat itu sudah tak perlu diragukan lagi. Deretan gelar bergengsi mulai dari All England, Kejuaraan Dunia dan lain sebagainya sudah pernah mereka dapatkan. Namun tetap saja, bagi mereka tak lengkap rasanya tanpa raihan medali emas Olimpiade.

Bagi Liliyana perjalanan di Olimpiade telah dimulai pada Beijing 2008. Kala itu ia masih berpasangan dengan Nova Widianto. Nova/Liliyana yang merupakan unggulan pertama berhasil melaju mulus sejak laga pembuka. Mereka mengalahkan Han Sang Hoon/Hwang Yu Mi (Korea) di babak pertama, kemudian Sudket Prapakamol/Saralee ThoungThongkam (Thailand) di perempat final.

Melangkah lebih jauh ke semifinal, Nova/Liliyana mengalahkan He Hanbin/Yu Yang (China). Sayang ketika medali emas sudah di depan mata, Nova/Liliyana harus terhadang pasangan Lee Yong Dae/Lee Hyo Jung (Korea). Nova/Liliyana pulang dengan medali perak di tangan.

Memasuki Olimpiade musim panas tahun 2012 di London, Liliyana melangkah optimis bersama pasangan barunya, Tontowi Ahmad. Tontowi/Liliyana saat itu datang dengan titel unggulan ketiga, setelah dua pasangan terbaik China, Zhang Nan/Zhao Yunlei dan Xu Chen/Ma Jin.

Pasangan Indonesia tersebut mengawali langkahnya di fase grup dengan kemenangan mulus tanpa kehilangan satu game pun. Melaju ke babak utama, Tontowi/Liliyana masih meyakinkan dengan kemenangan straight game dari Michael Fuchs/Birgit Overzier (Jerman).

Harapan untuk bisa melangkah lebih jauh masih terasa. Apalagi bagi Liliyana, tentulah ia ingin menyempurnakan penampilannya di empat tahun lalu.

Hingga akhirnya satu persatu kenyataan pahit harus dihadapi Tontowi/Liliyana. Mereka gagal dalam menghadapi babak semifinal dan kalah dari Xu/Ma dengan laga tiga game 23-21, 18-21, dan 13-21. Mimpi buruk kian terasa nyata, ketika Tontowi/Liliyana tak berhasil dalam memperebutkan medali perunggu setelah dari Joachim Fischer Nielsen/Christinna Pedersen (Denmark).

Mimpi Menjadi Nyata

Kerja keras terus meliputi perjalanan Tontowi/Liliyana. Setelah tertunduk di London 2012, mereka mencoba mengumpulkan kepingan asa yang sempat berserakan. Kegagalan Tontowi/Liliyana saat itu menjadi pukulan hebat karena Indonesia tak berhasil meraih satu medali pun dari bulutangkis. Tradisi emas terputus di tangan Tontowi/Liliyana.

Keduanya kembali membangun mimpi bersama. Berjuang untuk menuntaskan mimpi di ajang tertinggi Olimpiade.

Namun jalan terjal kembali harus dihadapi Tontowi/Liliyana. Menuju Rio 2016, grafik penampilan mereka justru tidak stabil. Sebagai pasangan di lapangan, kendala komunikasi saat itu sangat terasa. Cobaan berat harus dihadapi keduanya. Beruntung, tak ada yang putus asa di antara mereka. Tahap demi tahap dilewati, latihan berat dijalani dengan semangat untuk mewujudkan mimpi.

Hingga akhirnya Tontowi/Liliyana berhasil memastikan medali emas di Olimpiade Rio, usai mengalahkan Chan Peng Soon/Goh Liu Ying (Malaysia).

Pressure di Olimpiade memang luar biasa, walaupun sudah berpengalaman main di Olimpiade, pasti ada beban, tekanan tinggi. Apalagi kami tinggal sendiri, dan hari ini adalah hari kemerdekaan Indonesia, maunya kami memberikan yang terbaik. Pokoknya perasaannya campur aduklah,” ungkap Liliyana saat itu.

Perjalanan mulus berlangsung sejak fase grup hingga ke babak final. Tontowi/Liliyana berhasil menang tanpa cela. Bahkan ketika harus menghadapi musuh bebuyutannya, Zhang/Zhao, yang diperkirakan menjadi batu sandungan, Tontowi/Liliyana bisa tenang saja.

Perjuangan bertahun-tahun akhirnya terbayar dengan indah di saat yang tepat. Tontowi/Liliyana berhasil mempersembahkan emas untuk Indonesia, membayar hutangnya empat tahun lalu, tepat di Hari Kemerdekaan Republik Indonesia, 17 Agustus 2016.

“Saya lega, bangga, senang. Karena Indonesia biasanya tradisi emas, tapi kemarin di Olimpiade London 2012 kami berhutang bawa medali. Sekarang langsung kami bayar hutangnya. Senang sekali,” kata Liliyana.

“Saya nggak bisa berkata-kata. Luar biasa rasanya. Ini saya persembahkan untuk hari kemerdekaan Republik Indonesia,” lanjut Tontowi.

Simbol Persatuan Indonesia

Tontowi/Liliyana menjadi legenda dengan pencapaian emasnya. Kemenangan mereka tak hanya jadi lambang kesuksesan pribadi, tapi juga menjadi simbol Persatuan Indonesia.

Perjuangan keduanya tak terpecah meski berasal dari suku yang berbeda, agama yang tak sama. Tontowi/Liliyana membuktikan bahwa keberagaman Indonesia bisa menjadi kekuatan nyata dan berbuah prestasi yang membanggakan.

Tontowi/Liliyana menjadi lambang Bhineka Tunggal Ika dari bulutangkis. Di mana putra dan putri terbaik bangsa berhasil mengibarkan bendera merah putih dan mengumandangkan lagu Indonesia Raya di ajang tertinggi olahraga, Olimpiade Rio 2016. (NAF)